Sejumlah ulama berpendapat bahwa manusia dan jin sama-sama dibebani dengan hukum taklifi (kewajiban dan larangan). Karena itu, para jin pun berkewajiban menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya.
Lihat surah Adz-Dzariyat [51]: 56. Mereka yang menjalankan perintah tersebut tentu saja akan mendapatkan balasan pahala dari Allah dan yang mengerjakan larangan-Nya juga akan mendapatkan balasan yang setimpal.
Dalam surah Ar-Rahman terdapat sejumlah pernyataan Allah SWT yang berulang-ulang tentang "kamu berdua mendustakan" (tukazziban). Yang dimaksud di sini adalah jin dan manusia.
Lalu, darimanakah mereka mengetahui semua perintah itu, dan bagaimana mereka menaatinya? Adakah rasul yang berasal dari golongan jin? Tak ada keterangan mengenai hal ini. Hanya saja, Alquran menyebutkan bahwa jin dan manusia diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah.
Dalam Alquran disebutkan bahwa setiap umat itu ada seorang rasul yang diutus kepada mereka untuk menyeru dan mengajaknya pada jalan kebenaran. "Tiap-tiap umat mempunyai rasul. Apabila telah datang rasul mereka, diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikit pun) tidak dianiaya." (QS Yunus [10]: 47).
Menurut sejumlah pendapat ulama, tak ada jin yang diutus menjadi nabi dan rasul. Karena itu, nabi dan rasul hanya berasal dari golongan manusia. Dan, setiap nabi dan rasul itu berkewajiban menyampaikan dakwahnya kepada umat manusia dan golongan jin. Karena itulah, ada jin yang beriman dan ada pula yang tidak. Yang beriman disebut dengan jin Muslim dan yang ingkar atau jahat berasal dari golongan jin kafir.
Alquran memberitahukan bahwa Allah SWT menghadapkan serombongan jin kepada Nabi Muhammad SAW untuk mendengarkan Alquran. Mereka mendengarnya dengan penuh ketekunan. Ketika pembacaan sudah selesai, mereka kembali pada kaumnya untuk memberi peringatan. Mereka mengatakan kepada kaumnya bahwa mereka telah mendengar Alquran, kitab yang diturunkan setelah Musa AS, yang membenarkan kitab-kitab sebelumnya.
Lebih jauh, mereka mengharapkan agar kaumnya mau menerima seruan mereka dan segala dosa mereka diampuni. Bila mereka (kaum jin) tidak menerima seruan tersebut, azab Allah SWT pasti menimpa mereka, sebagaimana diterangkan dalam firman Allah SWT surah Al-Ahqaf [46] ayat 29-32.
Ibnu Mas'ud menyatakan, dirinya ikut menyaksikan malam turunnya ayat Jin ini. Rasulullah SAW bersabda, "Aku didatangi juru dakwah dari kalangan jin. Lalu, kami pergi bersamanya, dan aku bacakan Alquran kepada mereka." Peristiwa itu terjadi di Masjid Jin, Makkah, di dekat pemakamam Ma'la sekarang ini.
Diperintah manusia
Seorang manusia yang pernah memerintah jin terjadi pada zaman Nabi Sulaiman AS. Di masa Nabi Sulaiman berkuasa, pernah sebagian jin dengan izin Allah SWT diperintahkan untuk bekerja di bawah kekuasaannya. Mereka berbuat apa yang dikehendaki Nabi Sulaiman, seperti membuat gedung-gedung yang tinggi, patung-patung, piring-piring yang besarnya seperti kolam, dan periuk yang tetap berada di atas tungku. Lihat QS Saba [34] ayat 12-13.
Peristiwa Nabi Sulaiman yang memberikan tugas kepada kaum jin ini juga menunjukkan bahwa para jin mempunyai keterampilan dan ilmu pengetahuan tentang hal tersebut. Akan tetapi, ilmu yang mereka miliki juga sangat terbatas. Misalnya, mereka baru mengetahui bahwa Nabi Sulaiman wafat setelah jasadnya tersungkur karena tongkatnya dimakan rayap.
Sejumlah ulama juga berpendapat bahwa Nabi Muhammad SAW juga memperoleh anugerah yang sama. Beliau juga dapat menundukkan jin. Dalam suatu kesempatan, beliau pernah bermaksud mengikat salah satu jin yang menganggu ketika sedang shalat, tetapi maksud tersebut beliau batalkan karena mengingat permohonan Nabi Sulaiman memperoleh anugerah yang tidak wajar diperoleh seseorang pun sesudah beliau.
Tiga tingkatan
Ibnu Taimiyah membagi manusia yang mampu memerintah jin pada tiga tingkat. Pertama, memerintah jin sesuai dengan yang diperintahkan Allah, yakni beribadah hanya kepada-Nya dan taat kepada Rasul-Nya. Siapa yang melakukan ini, ia termasuk wali Allah yang paling utama.
Kedua, memanfaatkan jin untuk tujuan-tujuan mubah (bukan yang dilarang bukan pula yang dianjurkan agama) sambil memerintahnya melaksanakan kewajiban dan menghindari larangan Allah. Orang seperti ini bagaikan raja. Kalaupun ia termasuk wali Allah, peringkatnya di bawah peringkat pertama.
Ketiga, menggunakan jin untuk hal-hal yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya, seperti syirik dan membunuh. Manusia yang termasuk kategori ketiga ini menurut Ibnu Taimiyah sebenarnya telah tertipu oleh setan.
Syekh Muhammad Mutawalli asy-Sya'rawi, seorang ulama al-Azhar kontemporer, berpendapat bahwa Allah SWT dengan Qudrat-Nya mampu menjadikan jenis makhluk yang rendah memperalat dan mengatasi jenis makhluk yang tinggi. Syekh asy-Sya'rawi menambahkan bahwa kemungkinan yang tergambar dalam benak menyangkut kekuasaan manusia atas jin adalah terhadap jin yang baik atau yang jahat.
Jin yang baik, sebagaimana manusia yang baik. Menurut asy-Sya'rawi, mereka tidak mungkin rela diperalat oleh siapapun. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa tidak ada jin yang ditundukkan atau diperalat manusia, kecuali yang jahat.
Sumber: republika.co.id
Lihat surah Adz-Dzariyat [51]: 56. Mereka yang menjalankan perintah tersebut tentu saja akan mendapatkan balasan pahala dari Allah dan yang mengerjakan larangan-Nya juga akan mendapatkan balasan yang setimpal.
Dalam surah Ar-Rahman terdapat sejumlah pernyataan Allah SWT yang berulang-ulang tentang "kamu berdua mendustakan" (tukazziban). Yang dimaksud di sini adalah jin dan manusia.
Lalu, darimanakah mereka mengetahui semua perintah itu, dan bagaimana mereka menaatinya? Adakah rasul yang berasal dari golongan jin? Tak ada keterangan mengenai hal ini. Hanya saja, Alquran menyebutkan bahwa jin dan manusia diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah.
Dalam Alquran disebutkan bahwa setiap umat itu ada seorang rasul yang diutus kepada mereka untuk menyeru dan mengajaknya pada jalan kebenaran. "Tiap-tiap umat mempunyai rasul. Apabila telah datang rasul mereka, diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikit pun) tidak dianiaya." (QS Yunus [10]: 47).
Menurut sejumlah pendapat ulama, tak ada jin yang diutus menjadi nabi dan rasul. Karena itu, nabi dan rasul hanya berasal dari golongan manusia. Dan, setiap nabi dan rasul itu berkewajiban menyampaikan dakwahnya kepada umat manusia dan golongan jin. Karena itulah, ada jin yang beriman dan ada pula yang tidak. Yang beriman disebut dengan jin Muslim dan yang ingkar atau jahat berasal dari golongan jin kafir.
Alquran memberitahukan bahwa Allah SWT menghadapkan serombongan jin kepada Nabi Muhammad SAW untuk mendengarkan Alquran. Mereka mendengarnya dengan penuh ketekunan. Ketika pembacaan sudah selesai, mereka kembali pada kaumnya untuk memberi peringatan. Mereka mengatakan kepada kaumnya bahwa mereka telah mendengar Alquran, kitab yang diturunkan setelah Musa AS, yang membenarkan kitab-kitab sebelumnya.
Lebih jauh, mereka mengharapkan agar kaumnya mau menerima seruan mereka dan segala dosa mereka diampuni. Bila mereka (kaum jin) tidak menerima seruan tersebut, azab Allah SWT pasti menimpa mereka, sebagaimana diterangkan dalam firman Allah SWT surah Al-Ahqaf [46] ayat 29-32.
Ibnu Mas'ud menyatakan, dirinya ikut menyaksikan malam turunnya ayat Jin ini. Rasulullah SAW bersabda, "Aku didatangi juru dakwah dari kalangan jin. Lalu, kami pergi bersamanya, dan aku bacakan Alquran kepada mereka." Peristiwa itu terjadi di Masjid Jin, Makkah, di dekat pemakamam Ma'la sekarang ini.
Diperintah manusia
Seorang manusia yang pernah memerintah jin terjadi pada zaman Nabi Sulaiman AS. Di masa Nabi Sulaiman berkuasa, pernah sebagian jin dengan izin Allah SWT diperintahkan untuk bekerja di bawah kekuasaannya. Mereka berbuat apa yang dikehendaki Nabi Sulaiman, seperti membuat gedung-gedung yang tinggi, patung-patung, piring-piring yang besarnya seperti kolam, dan periuk yang tetap berada di atas tungku. Lihat QS Saba [34] ayat 12-13.
Peristiwa Nabi Sulaiman yang memberikan tugas kepada kaum jin ini juga menunjukkan bahwa para jin mempunyai keterampilan dan ilmu pengetahuan tentang hal tersebut. Akan tetapi, ilmu yang mereka miliki juga sangat terbatas. Misalnya, mereka baru mengetahui bahwa Nabi Sulaiman wafat setelah jasadnya tersungkur karena tongkatnya dimakan rayap.
Sejumlah ulama juga berpendapat bahwa Nabi Muhammad SAW juga memperoleh anugerah yang sama. Beliau juga dapat menundukkan jin. Dalam suatu kesempatan, beliau pernah bermaksud mengikat salah satu jin yang menganggu ketika sedang shalat, tetapi maksud tersebut beliau batalkan karena mengingat permohonan Nabi Sulaiman memperoleh anugerah yang tidak wajar diperoleh seseorang pun sesudah beliau.
Tiga tingkatan
Ibnu Taimiyah membagi manusia yang mampu memerintah jin pada tiga tingkat. Pertama, memerintah jin sesuai dengan yang diperintahkan Allah, yakni beribadah hanya kepada-Nya dan taat kepada Rasul-Nya. Siapa yang melakukan ini, ia termasuk wali Allah yang paling utama.
Kedua, memanfaatkan jin untuk tujuan-tujuan mubah (bukan yang dilarang bukan pula yang dianjurkan agama) sambil memerintahnya melaksanakan kewajiban dan menghindari larangan Allah. Orang seperti ini bagaikan raja. Kalaupun ia termasuk wali Allah, peringkatnya di bawah peringkat pertama.
Ketiga, menggunakan jin untuk hal-hal yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya, seperti syirik dan membunuh. Manusia yang termasuk kategori ketiga ini menurut Ibnu Taimiyah sebenarnya telah tertipu oleh setan.
Syekh Muhammad Mutawalli asy-Sya'rawi, seorang ulama al-Azhar kontemporer, berpendapat bahwa Allah SWT dengan Qudrat-Nya mampu menjadikan jenis makhluk yang rendah memperalat dan mengatasi jenis makhluk yang tinggi. Syekh asy-Sya'rawi menambahkan bahwa kemungkinan yang tergambar dalam benak menyangkut kekuasaan manusia atas jin adalah terhadap jin yang baik atau yang jahat.
Jin yang baik, sebagaimana manusia yang baik. Menurut asy-Sya'rawi, mereka tidak mungkin rela diperalat oleh siapapun. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa tidak ada jin yang ditundukkan atau diperalat manusia, kecuali yang jahat.
Sumber: republika.co.id
No comments:
Post a Comment