Sebagai orang yang selalu tertarik dengan dunia teknologi (meskipun bukan insinyur), saya memiliki beberapa situs wajib kunjung, rutin setiap hari—saya tak mau ketinggalan berita. Selain NASA, Discovery Channel, pengembang satelit dan situs beberapa astronom, saya juga wajib mengunjungi situs produsen-produsen pesawat—termasuk produsen pesawat tempur, Northrop Grumman (NG).
Tadi malam saya menemukan press release dari NG yang mengabarkan tentang uji coba terbang X-47B yang dikembangkan sejak Agustus 2007. Uji terbang perdana ini dilakukan di Edwards Air Force Base (AFB)—pangkalan angkatan udara Edward, California, Amerika Serikat.
X-47B melesat ke udara pukul 14:09 waktu setempat. Berhasil melakukan take-off tanpa hambatan, menuju titik koordinat yang telah ditentukan dan kembali mendarat di pangkalan dengan mulus, setelah melakukan berbagai maneuver selama 29 menit.
Pesawat jet tempur canggih ini adalah pesanan dari Navy Seal—pasukan elit angkatan laut Amerika Serikat.
“Uji coba terbang perdana ini diamksudkan untuk menguji kelayakan terbang, kemampuan dan kehandalan perangkat lunak (software) yang mampu mengoperasikan pesawat ini secara otomatis [tanpa pilot]—sekaligus melihat kemampuannya untuk take-off dan landing di atas dek kapal laut” kata Capt. Jaime Engdahl (UCAS-D program manager, angkatan laut AS), seperti dikutip oleh NG.
Engdahl juga mengatakan bahwa jet tempur ini mampu beroperasi bersama-sama dengan kapal laut atau kapal udara pengangkut. Disamping menghasilkan data uji, percobaan terbang perdana ini juga untuk melihat aspek aerodinamis dari desain jet tempur X-47B ini.
Dalam press releasenya NG mengatakan bahwa X-47B akan tetap berada di pangkalan udara AS untuk ekspansi “flight envelope”—kemampuan manuver, sebelum dipindahkan ke Naval Air Station akhir tahun 2011 ini.
Secara teknis, X-47B ini disebut “Unmanned Combat Air Vehicle (UCAV)”, tetapi sesungguhnya pesawat ini adalah evolusi dari jet tempur NightHawk F-117 dan Raptor F-22, dan F-35 (terbaru sebelum X-47B) yang membuat perang Iraq kelihatan lebih mirip seperti game komputer saat melihatnya di situs departemen pertahanan Amerika serikat. Perpaduan antara teknologi siluman (stealth) dan kecanggihan misil yang membuat bomber B-2 Sprit kelihatan begitu angker skaligus mengerikan di medan tempur.
Meminjam dari era riset “sayap terbang (flying wing)”, bisa dibilang X-47B adalah sebuah jet tempur yang memadukan desain indah dengan kecanggihan mesin dan teknologi elektronik, tidak tertangkap oleh radar, dan sulit dikunci oleh misil berteknologi infra merah.
Pesawat ini memiliki kemampuan take-off secara otomatis, terbang menuju lokasi target penyerangan dengan sendirinya, mengenali medan yang berada dibawahnya dengan teknologi peretasan melalui berbagai macam alat sensor, lalu—jika diperintahkan (dari jarak jauh)—menjatuhkan misil dengan tingkat akurasi tinggi, di lokasi yang diperintahkan, sebelum kemudian terbang kembali ke pangkalan yang telah ditentukan.
Kelihatanya, X-47B ini adalah successor F-35 jet tercanggih Amerika Serikat sebelumnya. Dirancang khusus sebagai jet tempur pemburu masa depan, dengan satu pertimbangan bahwa: Di masa depan, pilot manusia sudah tidak akan dibutuhkan lagi.
Dalam suatu pertempuran, kehilangan jet tempur adalah kerugian teknologi dan eknomi yang sangat besar. Akan tetapi, kehilangan pilot adalah kerugian multi aspek: aspek kemanusiaan yang buruk, dilihat dari aspek politik juga buruk, dan dari aspek moneterpun juga sangat buruk—dibutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk merekrut, mendidik dan melatih pilot hingga laik terbang.
Sebagai anak negeri, setiap kali melihat kemajuan teknologi di dunia barat sana, saya selalu tergelitik untuk bertanya pada diri sendiri: “Kapan negeri saya akan memasuki era teknologi seperti ini?”
Dan, sebelum pikiran saya melantur—(membayangkan para politisi/pejabat yang masih saja berkutat di seputaran perebutan kursi kekuasaan, menghabiskan energi bangsa untuk mempertengkarkan masalah yang sesungguhnya bisa dicegah dengan sistem dan pengawasan yang disiplin)—buru-buru saya menghibur diri dengan berpikir “Ah, mungkin masih dibutuhkan masa yang lebih panjang lagi untuk mengubah peradaban negeri ini ke arah yang lebih maju” sambil tak lupa berharap “Mudah-mudahan anak-anak saya kelak menjadi salah satu dari JAWABAN, bukan MASALAH”.
Gusti
(Sumber: Northrop Grumman)
kompasiana.com
No comments:
Post a Comment