Tak pelak lagi negara yang paling khawatir bila Presiden Hosni Mubarak jatuh dari kekuasaannya adalah Negara Zionist Israel, karena dapat mengancam keamanan negara itu.
Secara geografis, lebih 70% wilayah perbatasan Israel ‘dikepung’ oleh Mesir (Egypt), Yordania (Jordan), Libanon (Lebanon), Syria, dan Palestina. Sedangkan Arab Saudi berbatasan dengan Semenanjung Sinai, Israel Selatan. Meskipun dikelilingi oleh negara-negara Arab, Israel sukses memenangi perang melawan negara-negara Arab pada tahun 1947 dan perang enam hari 1967.
Israel mengamati dengan khawatir perkembangan protes anti pemerintah Mesir. Minggu pagi diberitakan terjadi ledakan di pipa gas di Mesir yang menyalurkan gas ke Israel, padahal 40 persen kebutuhan gas Israel dipasok oleh Mesir dengan harga murah, di bawah harga internasional.
Perdamaian Semu
Perdana Menteri Israel menyatakan kekhawairannay terhadap sejumlah gerakan Islam di sejumlah negara seperti di Iran. Israel menghadapi Hezbollah di Lebanon, Hamas di Gaza dan kemungkinan Ikhwanul Muslimin di Mesir.
Terkait krisis di Mesir, sejauh ini Ikhwanul Muslimin belum memainkan peran penting dalam kebangkitan di Mesir. Namun Israel takut jika Hosni Mubarak mundur dan dilakukan Pemilu baru, partai ini akan berhasil memenangkan pemilu.
Selama tiga dekade, Presiden Mubarak adalah sahabat terdekat Israel. Mesir merupakan negara Arab pertama yang menandatangani perjanjian perdamaian dengan Israel tahun 1979. Presiden AS Jimmy Carter mempertemukan pemimpin Mesir Anwar Sadan dan pemimpin Israel Menachem Begin untuk menandatangani kesepakatan yang disebut Perjanjian Camp David.
Traktat ini tetap bertahan. Namun terkadang disebut sebagai “perdamaian semu” karena tidak begitu disenangi oleh rakyat Mesir. Tahun 1981 Presiden Anwar Sadat dibunuh oleh kaum fundamentalis Islam yang menentang traktat itu.
Efek Domino dari Tunisia
Diakui atau tidak, sesungguhnya pergolakan di Mesir ada pengaruhnya dari tergulingnya Presiden Tunisia, Ben Ali yang saat ini melarikan diri dan hidup nyaman di Arab Saudi. Ada kekhawatiran perubahan rezim di Mesir bisa membuat seluruh wilayah di negara-negara Arab menjadi tidak stabil atau bergolak seperti di Tunisia dan Mesir. Dan ini sudah terjadi.
Negara-negara Arab lain bisa mengalami nasib yang sama. Yordania adalah salah satu lokasi kebangkitan rakyat berikutnya.. Rakyat negara itu sudah mulai berdemonstrasi menentang kekuasaan Raja Abdullah. Yordania selam ini memiliki hubungan yang relatif baik dengan Israel. Kedua negara menandatangani traktat perdamaian tahun 1994.
Menurut harian The Washington Post, Israel takut jika reformasi terjadi di Mesir dapat merubah semua struktur kerjasama kedua negara. Jika Ikhwanul Muslimin bangkit dan mengambil alih pemerintahan, hal ini akan memberikan semangat kepada Hamas di Jalur Gaza untuk mengambil alih daerah tersebut. Situasi di Timur Tengah akan berubah drastis, yang ditakutkan terutama, adalah akan digunakan Al-Qaida untuk menyebar teror dan menggalang kekuatan.
Hubungan dengan Turki sudah lebih dulu panas akibat penyerangan Israel ke kapal pemberi bantuan Navi Marmara yang menewaskan beberapa warga Turki tahun lalu. Jika Mesir bermusuhan dengan Israel, maka hubungan Israel dengan Turki akan semakin memburuk.
Beberapa negara Arab yang rakyatnya sudah mulai melakukan demo-demo menuntut perubahan, disamping Tunisia dan Mesir anatara lain Yordania, Suriah, Aljazair, Qatar, Yaman, Lebanon, Suriah, Arab Saudi, dll.
Kekhawatiran Israel Jika Mubarak Mundur
Israel khawatir jika ada perubahan rezim di Mesir, perbatasan dengan Gaza akan tidak aman, karena gerakan Hamas yang ada di Jalur Gaza, sangat anti dan memusuhi Israel. Itulah sebabnya Israel sudah beberapa tahun terakhir ini memblokade rakyat Palestina yang tinggal di Jalur Gaza. Kita masih ingat bagaimana kapal-kapal relawan dari berbagai negara termasuk relawan MerC dari Indonsia diusir oleh Isarael beberapa bulan yang lalu.
Bila Mubarak turun, opsi terbaik yang diinginkan Israel adalah Omar Suleiman, mantan kepala dinas intelijen Mesir yang menjabat sebagai Wakil Presiden Mesir. Tapi Sulaiman tidak disukai rakyat Mesir, karena dia adalah “kaki-tangan” Mubarak.
Presiden Mubarak merupakan orang yang diperlukan Barat di Timur Tengah selama 30 tahun. Itulah sebabnya mengapa Mesir terus menerima bantuan besar dari Amerika serta dukungan politik dari Inggris dan negara-negara Eropa, meskipun catatan HAM Mesir sangat buruk, pemilihan umum yang curang, penindasan terhadap semua organisasi politik oposisi dan korupsi yang merajalela.
Beberapa Fakta tentang Mubarak
Berdasar ulasan muslimdaily.net/bbc-rep, beberapa fakta tentang Mubarak adalah sbb:
* Mubarak, 82 tahun, mengambil alih pemerintahan setelah seorang fundamentalist Islam menembak mati pendahulunya, Anwar Sadat, pada parade militer di tahun 1981. Mantan kmandan Angkatan Udara Mesir ini justru “lebih tahan lama” memerintah daripada yang dibayangkan pada saat itu.
* Ia belakangan giat melakukan reformasi ekonomi dipimpin oleh kabinet di bawah Perdana Menteri Ahmed Nazif. Tapi dia menutup rapat pintu oposisi politik.
* Dia telah menolak perubahan politik yang signifikan bahkan di bawah tekanan Amerika Serikat, yang telah menuangkan miliaran dolar bantuan militer dan lainnya ke Mesir karena menjadi negara Arab pertama yang bersedia berdamai dengan Israel, menandatangani perjanjian pada tahun 1979.
* Mubarak memenangkan pemilihan pertama multi-capres tahun 2005 meskipun hasilnya sudah bisa ditebak. Kelompok hak asasi manusia dan pengamat mengatakan pemilihan itu penuh penyimpangan.
Setelah 30 tahun berkuasa sejak 1981, Hosni Mubarak yang masa Pemerintahnnnya yang ke-enam pada bulan September 2011 yang akan datang, sebelum demo besar-besarana oleh rakyat Mesir yang dilancarkan sejak 25 januari lalu, sesungguhnya telah menyipakan putranya, Gamal, untuk menggantiaknnya sebagai Presdien berikutnya. Dan hali ini pasti diudkung oleh Israel dan Amerika Serikat.
Namun dengan adanya demo besar-besarana yang terjadi di selruh kota di Mesir, yang puncaknya terjadi pada Jumat lalu, membuat Mubarak berfikir keras, bagaimana agar Presiden penggantinya tetap mempertahankan Prejanjian Perdamian dengan Israel, dan tetap bersahabat dengan Israel.
Hal lain yang menjadi perhatian Hosni Mubarak dan keluarganya adalah agar mereka ridak diadili apalagi dhukum mati oleh Pengadilan Rakyat, dan bagiman agar harta kekayananya yang dilaporkan oleh media mencapai lebih 600 trilun, baik berupa uang maupun property di berbgai negara Eropa dan Amerika itu tetap aman.
Sesuatu yang sangat ditakuti Israel adalah bila dalam Pemilu yang akan datang, yang terpilih menjadi Presiden adalah dari kalangna Ikhwanul Muslim, yang dikenal sebgai sangta anti Israel, dan tidak menerima Perjanjian Damai Camp David, sehingga musuh Israel akn bertambha banyak. Bila ini terjadi, maka Negara Mesir bagi Israel bagaikan Negara Iran yang terkenal sangat memusuhi Israel, sudah “pindah” ke Mesir, Negara yang berbatasan langsung dengan mereka.
Ketakutan Israel ini identik dengan ketakutan Amerika dan Inggris, karena dapat menganggu kesatbilan negar-negara Arab pada umumnya, yang pada gilrannnya akan menganggu ekonomi mereka, bahkan ekonomi global, karena sengaian besar produk minyak dunia berasal dari negara-negara Arab, terutama Arab Saudi.
Itulah sebabnya Israel mati-matian mempertahnakan Hosni Mubarak tetap sebgai Presiden Mesir, minimal smpai belan September yang akan datang, sambil mereka mencari jalan terbaik yang menguntungkan mereka, agar Presiden Mesir yang akan datang, tidak memusuhi Israel apalagi membatalkan Perjanjian Camp David.
Sampai dengan Selasa malam, 7 Februari, Hosni Mubarak masih bisa bertahan, dan demonstran tampaknya sudah mengendurkan tekananan mereka terhadap Hosni Mubarak. Tidak jelas penyebabnya, apakah mereka sudah menyerah atau sedang mengumpulkan “amunisi” dan tenaga lebih besar untuk melakukan demo yang jauh lebih besar pada hari Jumat 11 Februari yang akan datang, dimana Jumat merupakan Hari Libur Nasional bagi seluruh negara-negara Arab.
Bakaruddin Is
Sumber: kompasiana.com
No comments:
Post a Comment