Hadirnya kuliner di suatu daerah, tak lepas dari cerita rakyat atau yang disebut juga dengan legenda maupun mitos-mitos tertentu. Surabaya yang telah lama dikenal memiliki banyak kuliner unik, yang salah satunya adalah lontong balap, pun tak lepas dari mitos-mitos berbumbu legenda tersebut.
Sekilas mungkin orang manca Surabaya sudah dapat menebak, kenapa sih kok dinamakan lontong balap? Pasti karena ada yang berkaitan dengan balapan (adu kecepatan). Lha, apa mungkin sebuah lontong bisa adu kecapatan. Tentu bukan lontongnya yang saling unjuk kebolehan, melainkan si worker-nya, atau si penjualnya yang ‘balapan’, sehingga kemudian muncul istilah lontong balap ini.
Memang, awalnya lontong balap dijajakan oleh para penjualnya dengan memikul dagangannya. Dua sisi pikulan kanan-kiri,satu berisi kemaron (yang memuat kuah, sisi lainnya sebagai tempat kebutuhan lainnya misalnya lontong, taoge, dll. Mengapa kok harus balapan? Sebenarnya bukan balapan, tapi memang langkah para penjual ini tergolong cepat. Bisa jadi agar mereka segera cepat sampai yang mau dituju, mengingat pikulan yang disandang tidaklah ringan, sehingga semakin cepat sampai maka akan mengurangi bebannya pula.
Namanya juga lontong balap, tentu tampilan menu ini identik dengan lontong. Dalam suguhannya, lontong balap dihidangkan dalam sebuah mangkuk atau piring, irisan lontong diletakkan di atasnya, ditambah tauge, irisan lentho, tahu goreng kering, disiram kuahnya, ditaburi bawang goreng, ditambah lagi kecap manis bagi yang suka plus sedikit sambal petis hitam, dan siap dihidangkan deh. Semakin pas dengan beberapa tusuk sate kerang sebagai pendamping menyantapnya. Makanya, ketika di luar kota ada penggemarnya mendapati sajian lontong balap hanya berisi dua potong irisan lontong dia langsung berkelakar dengan mengatakan, ”wah, kalo ini sih namanya tauge balap, karena banyakan taogenya daripada lontongnya. Masak sih lontongnya cuma dua iris.”
Cita Rasa dan Khasiat
Bicara tentang cita rasanya, lontong balap termasuk menu yang tidak terlalu berat. Artinya hidangan ini benar-benar cocok sebagai jajanan seperti halnya bakso, bukan hidanga rumahan sehari-hari. Kuahnya juga termasuk sederhana namun bercitarasa sedap penuh gizi, karena dihasilkan dari kaldu daging. Sumber vitamin lainnya juga bisa didapat dari lontong balap bersumber dari tauge rebusnya. Karena taoge sendiri merupakan sumber vitamin C yang cukup bagus, yakni mengandung 15 mg per 100 gramnya. Tauge juga kaya vitamin E (alfa-tokoferol) sehingga diyakini mampu meningkatkan kesuburan. Selain itu, tauge pun memiliki kandungan zat anti kembung sehingga baik untuk penceranaan.
Selain tauge, dalam menu lontong balap terdapat juga kandungan gizi lain yang bersumber dari petis hitamnya. Sebagaimana telah banyak diketahui bahwa petis memiliki kandungan protein petis cukup tinggi (15-20 g/100 g), sekaligus sebagai pembangkit cita rasa. Pada petis terkandung juga kalsium, fosfor, dan zat besi, masing-masing sebanyak 37, 36, dan 3 mg per 100 g.
Nah, tak salah bila banyak orang menyukai lontong balap ini. Selain cira rasanya sedap dan unik, kandungan vitamin dan gizinya pun cukup untuk menunjang kesehatan. Maka tepat sekali bila tahun ini salah satu produk kecap mengusungnya sebagai salah satu ikon jajanan untuk event kulinernya. So, lontong balap memang punya cerita tersendiri dalam bagiannya sebagai kuliner khas Surabaya. Terbukti dalam salah satu syair lagu lawas pop jawa yang dibawakan oleh Mus Mulyadi, ada yang menyitir makanan khas Surabaya ini dalam lagu ”Semanggi Suroboyo.... Lontong Balap Wonokromo....” Kini, tinggal bagaimana kita semua kian mempopulerkan menu spesial khas Surabaya ini kepada masyarakat luar Surabaya bahkan dunia.
(arohmanmail@yahoo.com)
No comments:
Post a Comment